TATA CARA WEDDING KELUARGA TIONGHOA
This Eastern Heritage
Adat pernikahan di Tiongkok telah ada 2400 tahun silam. Kemajuan jaman dan perkembangan kehidupan tak menyirnakan, tetapi justru membuatnya semakin kaya akibat pembauran tradisi setempat yang telah berlangsung lama. Perkawinan dalam budaya Tionghoa adalah persatuan dua keluarga, dimana setelah resmi menikah mempelai wanita masuk kedalam keluarga besar mempelai pria. Maka kedua keluarga menjadi satu dan terlibat persiapan hingga perayaan.
Sampai kini tata acara adat pernikahan tionghoa masih dilakukan dibeberapa daerah pecinan di Tangerang. Perayaan yang rumitpun dibuat sederhana tanpa kehilangan makna dan nilai sakral serta kekhasannya yang nampak pada pakaian pengantin yang pria adalah replika pakaian kebesaran pejabat dinasti Qing (1644-1911) yang terlihat dari topi dan jubahnya, yang wanita mencirikan akulturasi tionghoa-betawi yang terlihat dari penggunaan kembang goyangnya.
Lamaran
Ini adalah prosesi pertama dari seluruh rangkaian tradisi pernikahan. Keluarga calon mempelai pria mendatangi keluarga calon mempelai wanita untuk melamar dan berembug. Dalam tradisi kuno, prosesi ini berlangsung lama dan rumit, karena harus mencocokan tahun, bulan serta jam lahir kedua mempelai serta keluarganya dengan melibatkan peramal yang memahami horoskop tionghoa yang dalam perkembangannya telah ditinggalkan.
Sekarang lamaran cukup dilakukan dengan mengantar rantang bambu lacquerware susun bulat/ persegi empat, berisi kue-kue dan buah-buahan yang berjumlah genap. Rombongan terdiri dari calon mempelai ditemani ortu/ wali bersama dengan kerabat yang dipercaya. Setelah lamaran diterima, ortu/ wali memberikan tanda mata berupa perhiasan kepada calon menantunya, sebagai tanda ikatan. Setelah lamaran diterima, minuman/ hidangan disajikan, ayah/ wali pihak lelaki menyelipkan angpao berisi uang dibawah cangkir teh yang disajikan sendiri oleh calon mempelai wanita.
Sang Jit
Adalah istilah Hokkian yang menurut David Kwa berarti penentuan hari. Namun kini lebih dimaknai sebagai pengiriman mahar oleh keluarga calon pengantin pria ke keluarga calon mempelai wanita. Umumnya hantaran ini terdiri dari pheng kim (uang lamaran), uang susu, perhiasan, arak 2 botol (yang mana salah satunya akan dikembalikan pada keluarga mempelai pria), paha babi, lilin perkawinan bermotif naga (liong) dan burung hong (phoenix) 2 pasang, sesusun kue pia, buah-buahan, kue-kue, pemen, manisan, pakaian, sepatu, parfum, dll, tergantung kondisi keungan keluarga mempelai pria. Hantaran ini diberikan dengan nampan berjumlah genap, max 12yang dibwa oleh pria lajang dari calon mempelai pria dengan harapan agar mereka cepat bertemu jodoh.
Sesuai tradisi seserahan disertai dengan benda-benda bermakna simbolis. Dalam budaya tionghoa suku tertentu seserahan hanya diambil separuh oleh keluarga mempelai wanita dan separuhnya dikembalikan. Uang susu merupakan simbol ungkapan terima kasih kepada ibu calon mempelai wanita karena telah membesarkan putrinya tidak diambil dengan pertimbangan keluarga mempelai wanita tidak ingin “menjual” putri mereka.
Prosesi berlanjut, pihak mempelai wanita “membalas” dengan menyerahkan hantaran sebagai hadiah untuk calon mempelai pria, yang umumnya berisi barang-barang kebutuhan calon mempelai pria seperti baju, celana, sepatu, dll. Dalam tradisi suku tertentu ini merupakan ajang menunjukan status sosial dan kemampuan keluarga, semakin banyak dan mahal hantaran semakin terangkat pamornya.
Seserahan tak hanya dilihat dari materi. Prosesi seserahan juga menyertakan sejumlah benda dan hasil bumi sebagai simbol alam yang penuh makna dengan harapan bisa dipetik berkah dan manfaatnya, antara lain :
• apel lambang kedamaian dan kesejahteraan
• jeruk, harapan banyak rejeki
• permen dan berbagai bentuk kembang gula lambang kehidupan perkawinan dan hubungan keluarga yang harmonis
• satu set kotak bambu warna merah berisi biji teratai , kacang buncis hijau dan merah, daun cemara dan biji wijen yang melambangkan kesuburan
• beberapa jenis makanan tertentu, antara lain makanan laut yang dikeringkan dan beberapa jenis jamur yang dalam budya tionghoa melambangkan keberuntungan dan kemakmuran, cepat mendapatkan keturunan laki-laki, kelurga rukun, banyak membawaberkah, dll.
• lilin perkawinan bermotif naga (liong) dan burung hong (phoenix) 2 pasang sebagai simbol perlindungan untuk menghalau pengaruh negatif
Dalam budaya tionghoa terdapat pula tradisi menyertakan 12 macam perlengkapan yang biasanya diberikan saat prosesi janji nikah, antara lain :
• bunga teratai, simbol kesucian dan kesetiaan pada suami
• biji teratai, harapan akan banyak keturunan
• daun teratai yang bermakna suami istri menjadi pasangan yang seia sekata
• akar teratai berarti dalam suka dan duka selalu bersama
• buah baihe simbol kesetiaan seumur hidup selalu bersama
• buah lengkeng lambang tajam dan jernihnya mata hati
• buah leci simbol banyak rejeki
• permen dan berbagai bentuk kembang gula lambang manisnya kehidupan perkawinan
• kue mangkok yang berati berlimpahnya keberuntungan
• cermin, agar mempelai selalu dapat bercermin akan kemampuan diri dan membanggakan diri
• benang lima warna lambang lima kebajikan (ngo siang) yakni cinta kasih (jin), kebenaran (gi), kebijaksanaan (ti), kesusilaan dan adat istiadat (le), serta dapat dipercaya (sin)
Menata Kamar Pengantin
Dalam tahap ini, mempelai pria juga mempersiapkan ranjang baru untuk menyiapkan kehidupan baru sebagai pemimpin keluarga. Prakteknya sederhana, hanya menggeser sedikit letak ranjang yang sudah di tata dan dipersiapkan secara khusus oleh orang-orang yang dipercaya, prosesi ini dilakukan setelah sang jit. Penataan kamar pengantin juga dilakukan oleh orang tua, setelah itu anak-anak kecil diminta untuk melakukan salto/ loncat-loncat diatas ranjang , maksudnya agar pengantin segera mendapat momongan, dan hingga kini tradisi ini sering dilakukan.
Penyalaan Lilin
Ritual chio thao diawali dengan penyalaan lilin oleh ortu mempelai pada hari berikutnya yaitu pada pukul 1 dini hari. Lilin merah bermotif naga (liong) dab burung hong (phoenix) dipasang dimeja sembahyang leluhur, maksudnya adalah mengahalau pengaruh tidak baik yang dapat mengacau perhelatan pernikahan. Suatu kepercayaan lain dimana lilin harus terus menyala hingga 3 hari sesudah pernikahan saat kedua pengantin berkunjung ke ortu mempelai wanita.
Siraman dan Chio Thau
Meski tak sering dilakukan ritual ini sangat bermakna. Diawali dengan sembahyang kepada Tuhan (Thian) dan dilanjutkan dengan penghormatan kepada leluhur, mempelai wanita dimandikan dengan air bercampur wewangian alami (antara lain semacam buah anggur) dengan maksud menjauhkan pengaruh tidak baik, ritual ini juga dilakukan oleh calon mempelai pria.
Prosesi lalu dilanjutkan dengan chio thao/ menyisir rambut oleh “good luck women” sebanyak 3x sisiran sambil mengucapkan kata-kata indah dan bertuah. Tradisi serupa dibebrapa suku dilakukan oleh orang yang telah menikah dan berketurunan atau juga oleh juru rias profesional yang juga berfungsi sebagai pembimbing upacara. Calon mempelai wanita mengenakan baju putih dan kain batik warna dasar merah bermotif polkadot, sedang mempelai pria mengenakan baju dan celana putih duduk dikursi beralas tetampah besar bergambar yin dan yang. Dihadapannya terdapat meja kecil yang diatasnya diletakkan tempat menakar beras (gantang) penuh berisi beras dan sembilan benda simbolis yaitu timbangan obat tionghoa, ukuran, cermin, sisir, gunting, pedang, pelita, lah jit (buku alamanak tionghoa yang juga berfungsi sebagai primbon/ tong shu), benang sutera lima warna yang masing-masing berfungsi sebagai pedoman suami istri dalam menempuh kehidupan berumah tangga, sisir memberi petunjuk bagi suami istri untuk membereskan kekusutan dalam rumah tangga, begitupun timbangan agar dapat menimbang baik buruk dan benar salahnya suatu perbuatan, dst.
Makan 12 Sayur
Dalam tahap selanjutnya busana pengantin dikenakan oleh mempelai dibantu ortu. Ritual berikutnya kedua mempelai (dirumah masing-masing) “makan” 12 jenis masakan yang dihidangkan dalam 12 mangkok yang berarti beraneka rasa dalam hidup : manis, asam, asin, pahit dan pedas yang harus diterima apa adanya. Pelaksanaanya, calon mempelai hanya menyentuhkan sumpit ke-12 masakan baru disuapkan kemulut sekali saja, dengan dampingi ayah disebalh kiri dan ibu disebelah kanan serta didepannya 2 bocah lelaki yang ikut melayani disebut kia teng.
Berikutya secara simbolis ayah dan ibu memberikan suapn terakhir berupa nasi yang dicelupkan kedalam air gula. Kemudian dilanjutkan dengan pay ciu, yaitu calon mempelai menyuguhkan arak kebahagiaan kepada keluarga besar yakni merek yang telah menikah.
Pada mempelai wanita acara diakhiri dengan pemasangan kerudung dibantu ortu, sebagai tanda hormat dan terima kasih kepada ortu calon mempelai wanita membungkuk dan mengatupkan kedua tangan (soja). Mempelai wanita telah siap menanti kedatangan mempelai pria.
Penjemputan Mempelai Wanita
Kedatanganmempelai pria ke kediaman mempelai wanita biasanya diiringi musik tradisional tionghoa (pat im) yang mengalunkan nada-nada yang riang. Kadang-kadang disertai tarian barongsai yang menyemarakan suasana. Mempelai pria yang datang bersama tukang rias atau comblang dan kia teng (sepasang bocah lelaki pendamping pria/ paigeboys) disambut ibu mempelai wanita dengan taburan beras kuning, biji kacang buncis merah dan hijau, uang logam serta bunga sebagai simbol bemakna harapan melimpahnya kemakmuran dan kesejahteraan mempelai.
Setelah itu ke-2 mempelai dipertemukan tetapi kerudung tetap belum dibuka sebagai simbol keperawanan mempelai wanita dan dibawa pulang kerumah mempelai pria, prosesi ini berarti mempelai wanita dilepas oleh ortu menuju kekediaman mempelai pria, mempelai berjalan dinaungi payung merah. Penjemputan dalam versi lain, mempelai pria dengan mengendarai kuda dan mempelai wanita diusung dengan joli/ tandu ke rumah mempelai pria.
Pay Ciu
Ritual berpamitan pada ortu, keluarga dan leluhur dilakukan dalm ritual pay ciu, dimana mempelai wanita menghidangkan arak dalam cangkir kecil untuk ortu dan para sesepuh keluarga (yang sudah menikah) sebagai simbol syukur, penghormatan dan ucapan selamat tinggal, dimulai dari yang senior ke yunior. Sebagai balasan ortu memberi perhiasan/ ang pao.
Ada juga sebagian orang yang lebih memilih menggunakan teh yang biasa disebut te pay.
Penyambutan Keluarga Pria
Kedua mempelai disambut nenek/ ibu mempelai pria dengan taburan beras kuning, biji kacang buncis hijau dan merah serta uang logam. Biji-bijian sebagai simbol kesuburan, sementara uang logam perlambang harapan akan berlimpahnya rejeki dan kesejahteraan kedua mempelai.
Cin Pang (Memasuki Kamar Pengantin/ Temon)
Setiba dirumah mempelai pria, kedua mempelai langsung dibimbing masuk kekamar pengantin dimana mempelai pria akan membuka kerudung dengan cara menggulung kerudung menggunakan kipas yang telah dibawa sejak penjemputan lalu mncabut 1 kembang goyang lalu mempelai wanita akan membuka 1 kancing baju teratas mempelai pria dan kedua mempelai akan saling menuang teh dan mengudap permen serta manisan sebagai pengharapan akan kehidupan pekawinan yang manis dan selalu bahagia . ada juga yang menikmati onde-onde yaitu panganan bulat terbuat dari tepung ketan bertabur wijen perlambang keutuhan hidup berumah tangga.
Sembahyang Sam Kay
Setelah itu kedua mempelai melakukan upacara pernikahan yang sesungguhnya dihadapan Tuhan dengan sembahyang sam kay disebuah altar khusus yang disebut meja sam kay, berbentuk sebuah meja tinggi dengan kelengkapan dua batang tebu merah beserta daun dan akarnya. Dengan dilakukannya sembahyang sam kay dan disaksikan ortu dan sesepuh keluarga, sahlah kedua mempelai mengikat janji sehidup semati dihadapan Tuhan. Usai sembahyang sam kay kedua mempelai melakukan penghormatan keluarga besar dan memperkenalkan mempelai wanita dalam upacara te pay. Dalam sejumlah tradisi sungkeman dan te pay sebagai bentuk penghormatan pada ortu dan generasi yang lebih tua dalam keluarga besar.
Te Pay
Adalah ritual minum teh seremoial untuk menghormati orang yang lebih tua dan memperkenalkan istri/ suami kepada keluarga masing-masing. Te pay dilakukan dengan cara : mempelai menyajikan teh (memegang dengan kedua tangan) dan memberikan kepada ortu/ yang dihormati didalam keluarga sebagai simbol mohon restu dan doa agar dalam berkeluarga mendapat keberuntungan.
Dibeberapa daerah di Tiongkok, ada pula yang menambahkan biji teratai (zi)/ angco (zao) dan gula batu pada teh. Penambahan tsb diyakini sebagai pemancing agar mempelai segera mendapat keturunan (zao sheng gui zi). Rasa manis pada teh harapan terciptanya hubungan yang manis antara mempelai dengan keluarga.
Bila te pay diadakan beberapa hari sebelum resepsi, pengantin biasanya mengenakan pakaian cheongsam (qipáo) khas tionghoa. Pada perkawinan tionghoa yang lebih modern dibuat lebih praktis, dimana te pay dilakukan dihari resepsi dan tidak lagi melakukan temon karena langsung bertemu ditempat pemberkatan.
Pulang Tiga Hari
Usai te pay, biasanya dilanjutkan dengan upacara keagamaan/ pesta pernikahan. Sebagai ucapan terima kasih/ restu dari generasi tua dari masing-masing keluarga, maka 3 hari setelah pesta pengantin baru ini harus berkunjung kerumah para senior yang telah memberikan restu dan ikut te pay dengan membawa jeruk sebagai simbol keberuntungan/ kemakmuran.
The Flow of Ang Pao
Salah satu tradisi masyarakat tionghoa adalah memberi ang pao yang biasanya hadir dalam bentuk amplop warna merah, adalah simbol hadiah berupa uang yang hanya diberikan apda acara-acara tertentu.
The History
Tidak ada sumber yang jelas kapan tepatnya ang pao mulai dikenal. Konon selama dinasti Qing para tetua mengikat uang koin dengan seutas tali merah yang dapat dipercaya dapat melindungi mereka dari penyakit dan kematian. Kemudian dimasyarakat Cina muncul kepercayaan denga memberikan ang pao dapat memperpanjang hidup mereka, meskipun demikian “efek magis” ang pao tidak bertahan lama, hal ini disebabkan munculnya roh jahat yang bersarang dalam gigi orang yang telah meninggal dan untuk menghindarinya masyarakat membakar hio setiap malam, 5 menit sebelum tidur. Kebiasan ini berlangsung selama 3 hari sebelum dan sesudah tahun baru cina.
Meski demikian tradisi memberikan ang pao tetap dipertahankan dan semakin berkembang setelah mesin cetak meluas serta terbentuknya republik rakyat cina di tahun 1911. Sampai akhirnya pemberian ang pao melekat dengan tradisi masyarakat cina sampai sekarang ini.
Jika nag pao hadir dalam warna merah karena warna ini melambangkan keberuntungan, namun sekarang ini muncul ragam warna berbeda.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Isi komentar Anda